Wakaf Ikhwanul Mukminin Produktif Via Aplikasi

Oleh: Nur Iskandar

Semula orang kampung anak Sungai Kapuas pergi shalat Jumat dengan mengayuh sampan sejak pukul 07.00 pagi hari ke Mesjid Jami-Kesultanan Qadriyah. Mereka butuh waktu setengah hari berkayuh sampan sambil membawa hasil pertanian. Begitu saban minggu mereka milir ibadah sekaligus ke pasar untuk bersaudagar ria. Hasil pertanian dijual seusai ibadah shalat Jumat ke Parit Besar. Hasil dagang tani itupula yang dibarter dengan garam, rempah dan kebutuhan dapur. Orang-orang kampung ini pun menamai daerahnya dengan Sungai Raja–kini Sungai Raya.

PADA tahun 1929 orang kampung Sungai Raya yang dominan bersuku Bugis mendengar ada saudagar kaya dari daerah Tanjung Saleh dekat Pasar Kakap yang hendak berbongkar rumah tua. Bahannya belian semua. Maka tak ayal lagi, tetua kampung Sungai Raya datang bertandang dengan niat melamar bahan kayu bongkaran untuk dibangunkan mesjid baru di bibir Sungai Raya Dalam agar warga kampung tidak lagi repot-repot bersampan setengah hari buat ibadah shalat Jumat. Transaksi pun putus. Sampan tongkang dikebut bolak-balik demi mengangkut si kayu besi agar bisa dibangun kembali di bantaran Sungai Raya Dalam.

Semula hanya langgar, atau surau, atawa musholla. Kini rumah ibadah itu telah besar dan megah dengan nama Mesjid Ikhwanul Mukminin. Di belakang mesjid ini ada makam muslimin serta perguruan tinggi bernama Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS). Semuanya berada di atas tanah wakaf Tuan Takur, Haji Ali Lakana.

Sungai Raya Dalam tidak ada orang yang tidak kenal dengan kehebatan Haji Ali Lakana. Tanahnya menyebar. Tidak hanya di Sungai Raya Dalam yang kini di antaranya tumbuh Rutan Kelas IIA, tetapi juga tanahnya ada di Ibukota Negara, Jakarta hingga Singapura. Tak heran kita mengenal di Singapura ada Kampung Bugis atau Bugees Village sekaligus Bugees Market.

Pada tahun 2018 pemugaran keempat terjadi di Ikhwanul Mukminin. Gubernur H Sutarmidji meresmikan hasil renovasinya yang kini bertingkat tiga di mana sebelumnya hanya satu tingkat. Gubernur H Sutarmidji juga mewakafkan daun pintu emas yang megah atas nama ayahnya Haji Muhammad Tahir yang dulu masa muda aktif di Masyumi–sebuah partai dakwah yang turunannya kepada PPP di mana Sutarmidji memulai debut politiknya di DPRD Kota, Wakil Walikota, Walikota, dan kini Gubernur Kalimantan Barat dari Partai Pesatuan Pembangunan atawa P3.

Pengelola Mesjid Ikhwanul Mukminin seorang pejabat media massa terbesar di Kalbar, Drs H Salman Busrah berada di balik perkembangan terkini dalam skema wakaf produktif. Di bawah wawasan dan bimbingannya yang bertangan dingin di mana sukses mengelola media Jawa Pos Group, dia kembangkan aplikasi berbasis gejet android. Punakawan teknologi milik JPNN (Jawa Pos News Network) diberdayakannya. Lahir aplikasi kemakmuran mesjid yang bisa digunakan pula untuk Dewan Mesjid se-Kota Pontianak, se-Kalimantan Barat, bahkan se-Nusantara.

Melalui aplikasi sederhana namun aplikatif tersebut Ikhwanul Mukminin sukses mengembangkan sayap bisnis keumatannya. Dimulai dengan dagang beras bagi jamaah. Sukses. Dikembangkan lagi unit air galon si air bersih yang sehari-hari dikonsumsi umat. Sukses. Kini sudah 3 ruko berhasil dibeli dengan dana miliaran rupiah. Sebuah sukses story berpadunya wakaf sejak mula tahun 1929 hingga 2020.

(Penulis adalah pegiat literasi wakaf – wakaf literasi. Di BWI Kalimantan Barat bdang Wakaf Produktif. CP/WA 08125710225).