Bukber Silaturahmi Kakanwil Kemenag Bersama BWI-GP Anshor

Di penghujung Ramadhan 1445 H bertepatan dengan Minggu, 6/4/24 dilaksanakan buka puasa bersama di rumah dinas Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat.

Tuan rumah, Kakanwil Kemenag Kalbar Dr H Muhajirin Yanis, M.Pd menerima para tamu undangan dengan ramah dan gaya khasnya “doyan humor”.

Stelan kopiah Gorontalo kampung halamannya dipadu dengan baju takwa dan kain motif batik. Sekira 100 tetamu undangan menempati ruang tamu utama. Tampak hadir para pengurus dan anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) Kalbar dan Gerakan Pemuda Anshor.

Kakanwil dalam sambutannya menyatakan permohonan maaf yang sebesar-besarnya sebab ternyata Ramadhan tahun ini kesibukannya meningkat.

Bahkan tidak sempat mengikuti safari Ramadhan Gubernur Kalimantan Barat. Tak ayal bukber silaturahmi bersama BWI dan GP Ansor baru bisa dilaksanakan pada penghujung Ramadhan.

Kakanwil berharap, kesibukan ini menjadi i’tikaf profesional sebagai pengganti luput waktu beri’tikaf di mesjid dalam meraih Lailatul Qadar di mana malam kemuliaan 10 hari terakhir Ramadhan diganjar pahala lebih dari 1000 bulan atau sekira ibadah 84 tahun.

Kakanwil berharap, Prof Dr Wajidi Sayadi, M.Ag selaku guru besar tafsir Qur’an dan Hadits IAIN Pontianak dapat menguraikan hal tersebut di atas.

“Perlu kajian fiqih dan sufistik,” ungkapnya seraya berseloroh, tema titipan ini mungkin saja tidak dibutuhkan GP Ansor sebab terbiasa dengan kajian sufistik, tetapi beliau merasa perlu hal ini diuraikan.

Prof Wajidi Sayadi yang juga Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalbar tak kurang humor juga menyambut amanah Kakanwil Dr Muhajirin Yanis.

“Kode etik sesama kondektur bis adalah dilarang saling mendahului. Penceramah juga begitu. Dilarang saling menceramahi.” Gerrrlah seluruh jamaah.

Sembari menguraikan 10 jalan menuju keridhoan Allah SWT, Kyai Wajidi Sayadi menggarisbawahi bahwa tausiah menjelang bukber hanyalah cerita-cerita saja. Sebab alasan humoris di atas.

Penulis buku Toleransi Beragama dengan kajian Piagam Madinah ini menyimpulkan bahwa agama dengan politik tak bisa dipisahkan. Begitupula agama dengan humanisme. Keseluruhannya itulah yang dicontohkan para fukoha dan juga para sufi.

“Jika kita hendak merawat Indonesia, rawatlah keberagamannya. Jika kita hendak merawat Kalimantan Barat rawatlah keberagamannya.”

Melalui pendekatan holistik di atas, di sanalah kemuliaan Lailatul Qadar itu diraih. Yakni mereka yang ridho kepada Allah dan Allah ridho kepadanya. **